TASAWUF
STANDAR KOMPETENSI
5. Memahami Tasawuf
KOMPETENSI
DASAR
5.1.
Menjelaskan pengertian, asal usul dan
istilah-istilah dalam tasawuf.
5.1.1.
Mendefinisikan tentang tasawuf
5.1.2.
Menjelaskan asal usul tasawu
5.1.3. Menyebutkan istilah-istilah dalam tasawuf
5.2. Menjelaskan fungsi dan peranan tasawuf dalam kehidupan modern
5.2.1.
Menjelaskan karakteristik tasawuf
5.2.2.
Menunjukkan pentingnya tasawuf
5.2.3. Menjelaskan hubungan antara akhlak dengan tasawuf
5.3.
Menunjukkan contoh-contoh perilaku bertasawuf
5.3.1.
Menyebutkan tokoh-tokoh dalam tasawuf
5.3.2. Menyebutkan maqamat-maqomat dalam tasawuf
5.4.
Menerapkan tasawuf dalam kehidupan modern
5.4.1.
Menjelaskan hikmah bertasawuf
5.4.2.
Meneladani orang-orang yang bertasawuf
5.4.3. Menunjukan peran tasawuf dalam kehidupan
modern
A.
PENGERTIAN
TASAWUF.
1.
Pengertian
Tasawuf Secara Bahasa Dan Istilah
Tasawuf
berasal dari bahasa Arab yaitu: “at-Tashawwufu” (اَلتَّصَوُّفُ) yang artinya berbulu yang banyak; yakni menjadi sufi itu ciri
khas pakaiannya adalah selalu terbuat dari bulu domba (wol).
Menurut
keyakinan Jurji Zaidan, bahwa ada hubungan kata arab ”shuufi” dengan
kata Yunani ”Shopia”, yang berarti ”kebijaksanaan”.
Dari segi Linguistik (kebahasan) tasawuf adalah sikap
mental yang selalu memelihara kesucian diri, beribadah, hidup sederhana, rela
berkorban untuk kebaikan dan selalu bersikap bijaksana, Sikap jiwa yang
demikian itu pada hakikatnya adalah akhlak yang mulia.
Adapun
pengertian Tasawuf dari segi istilah atau pendapat para ahli amat tergantung
kepada sudut pandang yang digunakanya masing-masing.
1. Jika manusia dipandang sebagai
makhluk yang terbatas, maka Tasawuf adalah upaya mensucikan diri dengan
cara menjauhkan pengaruh kehidupan dunia, dan memusatkan perhatian hanya kepada
Allah SWT.
2. Jika manusia dipandang sebagai
makhluk yang harus berjuang, maka Tasawuf adalah upaya memperindah diri
dengan akhlaq yang bersumber dari ajaran Islam dalam rangka mendekatkan dirti
kepada Allah SWT.
3. Jika manusia dipandang sebagai
makhluk yang bertuhan maka Tasawuf adalah Kesadaran Fitrah (Ke Tuhanan)
yang dapat mengarahkan jiwa agar tertuju kepada kegiatan-kegiatan yang dapat menghubungkan
manusia dengan Tuhan.
Dengan
demikian Tasawuf pada intinya adalah; Upaya mensucikan diri dengan cara
menjauhkan pengaruh kehidupan dunia dan memusatkan perhatian hanya kepada Allah
Swt. Dan atau Kegiatan yang berkenaan dengan pembinaan mental ruhaniah agar
selalu dekat dengan Tuhan.
2.
Pengertian
Tasawuf Menurut Para Ahli Tasawuf:
1.
Muhammad Amin Al-Kurdy: Tasawuf adalah suatu
ilmu yang dengannya dapat diketahui hal-ihwal kebaikan dan keburukan jiwa, cara
membersihkannya dari sifat-sifat yang buruk dan mengisinya dengan sifat-sifat
yang terpuji, cara melakukan suluk, melangkah menuju keridaan Allah dan
meninggalkan laranganNya menuju kepada perintahNya.
2. Imam Al Ghozali mengemukakan pendapat Abu Bakar Al
Kattany: Tasawuf
adalah budi pekerti; barangsiapa yang memberikan bekal budi pekerti atasmu,
berarti ia memberikan bekal atas dirimu dalam Tasawuf. Maka hamba yang
jiwanya menerima (perintah) untuk beramal, karena sesungguhnya mereka melakukan
suluk dengan nur (petunjuk) Islam. Dan ahli Zuhud yang jiwanya menerima
(perintah) untuk melakukan beberapa akhlaq (terpuji), karena mereka telah
melakukan suluk dengan nur (petunjuk) imannya.
3. Mahmud Amin Al Nawawy mengemukakan pendapat Al Junaid Al
Baghdady: Tasawuf
adalah memelihara (meggunakan) waktu (lalu), ia berkata: Seorang hamba tidak
akan menekuni (amalan Tasawuf) tanpa aturan tertentu, (menganggap) tidak tepat
(ibadahnya) tanpa tertuju kepada tuhannya dan merasa tidak berhubungan (dengan
TuhanNya) tanpa menggunakan waktu (untuk beribadah kepadaNya).
4. Al Suhrawardi mengemukakan pendapat Ma’ruf Al Karakhy: Tasawuf
adalah mencari hakikat dan meniggalkan sesuatu yang ada ditangan makhluk
(kesenangan duniawi)
5.
Al-Junaid Al-Baghdadi (W. 279H/910M), Sebagai Bapak
Tasawuf Moderat; Tasawuf
adalah keberadaan bersama Allah tanpa adanya penghalang
6.
Abu Al-Qasim Al-Qusyairi (W. 465h/1073m): Tasawuf
adalah ajaran yang menjabarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah, berjuang mengendalikan
nafsu, menjauhi perbuatan bid’ah, mengendalikan sahwat, dan menggindari sikap
meringankan ibadah.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Tasawuf adalah cara
mensucikan diri, meningkatkan akhlak, dan membangun kehidupan jasmani dan
rohani untuk mencapai kebahagiaan abadi. Jadi unsur utama tasawuf adalah
penyucian diri, dan targetnya adalah keselamatan dan kebahagiaan.
B.
ASAL-USUL
TASAWUF
Asal usul tasawuf dapat
dipahami dari uraian berikut:
1.
Shafa (suci). Karena
kesucian batin dan kebersihan tindakannya.
2.
Shaff (barisan). Karena
para Sufi memiliki iman kuat, jiwa yang bersih dan senantiasa memilih barisan
terdepan dalam sholat berjamaah.
3.
Shaufanah, yakni
sejenis buah-buahan kecil berbulu dan banyak tumbuh dipadang pasir jazirah
Arabia. Nama ini digunakan karena banyak
sufi yang memakai pakaian berbulu yang terbuat dari bulu domba kasar.
4.
Shuffah (serambi
tempat duduk). Yakni shuffah Masjid Nabawi di Madinah yang disediakan bagi
para tuna wisma dari kalangan muhajirin dimasa Rasulullah S.A.W. para tuna
wisma tersebut biasa dipanggil ahli shuffah (pemilik serambi), karena mereka
bernaung di serambi masjid.
5. Shafwah (yang
terpilih atau terbaik); sufi adalah orang yang terpilih diantara hamba-hamba
Allah SWT. Karena ketulusan amal
mereka kepadaNya.
6. Theosophi (Yunani: theo :tuhan; shopos: hikmah)
yang berarti hikmah atau kearifan ketuhanan.
7. Shuf (bulu domba);
karena para shufi biasa memakai pakaian dari bulu domba yang kasar, sebagai
lambang kerendahan hati, untuk menghindari sikap sombong disamping untuk
menenangkan jiwa, serta meninggalkan usaha-usaha yang bersifat duniawi.
Syuhrawardi mengatakan bahwa mereka berkumpul di Masjid Madinah, seperti halnya
orang sufi berkumpul di Zawiyah dah Ribath. Mereka tidak bergerak untuk
berusaha mencari nafkah dan kebutuhan hidup. Rasulullah sendiri menolong orang
banyak untuk memperhatikan dan memberi bantuan kepada mereka.
Menurut Harun
Nasution, ada
lima istilah yang berkenaan dengan tasawuf, yaitu: al‑suffah (ahl al-suffah),
(orang yang ikut hijrah dengan Nabi dari Mekkah ke Madinah), saf (barisan),
sufi (suci), sophos (bahasa Yunani: hikmat), dan suf
(kain wol).
C.
ISTILAH-ISTILAH DALAM TASAWUF
1.
Al-Maqamat
Al-Maqamat secara bahasa atau etimologi dari bahasa
Arab ”maqam” yang berarti “tempat orang berdiri atau pangkal mulia atau kedudukan spiritual”, dan dalam terminologi sufistik al-maqamat berarti tempat atau martabat
seseorang hamba di hadapan Allah pada saat dia berdiri menghadap kepada-Nya. kemudian al-maqamat digunakan untuk arti sebagai
jalan panjang yang harus ditempuh oleh seorang Sufi untuk berada dekat dengan
Allah SWT. Dalam Bahasa Inggris al-maqamat dikenal dengan
istilah ”stages” yang berarti ”tangga”.
Menurut Al Qusyairi
(w. 465 H) maqam adalah tahapan adab (etika) seorang hamba dalam rangka wushul
(sampai) kepadaNya dengan berbagai upaya, diwujudkan dengan suatu tujuan
pencarian dan ukuran tugas.
Menurut Abu Nashr Al Sarraj
(w. 378 H) al-maqamat adalah kedudukan atau tingkatan seorang hamba dihadapan
Allah yang diperoleh melalui serangkaian pengabdian (ibadah), kesungguhan melawan hawa nafsu dan
penyakit-penyakit hati (mujahadah), latihan-latihan spiritual (riyadhah) dan mengarahkan segenap jiwa raga semata-mata
kepada Allah.
2.
Tingkatan Al-Maqamat
Sedikitnya ada tujuh al-maqamat yang harus ditempuh oleh
seorang Sufi agar dapat berdekatan dengan Allah. dikalangan para Sufi tidak
sama pendapatnya tentang jumlah al-maqamat dalam tasawuf.
Menurut Ibn Qayyim Al Jauziyah
(w. 750 H) berpendapat bahwa maqamat terbagi kepada tiga tahapan. Yang pertama adalah kesadaran (dzauq), kedua adalah tafkir (berpikir) dan yang ketiga adalah musyahadah.
Menurut Muhammad Kalabazy dalam kitabnya al-Ta’arufi
mazab ahl al Tasawwuf, bahwa al-maqamat itu jumlahnya ada sepuluh, yaitu:
al-Taubah, al-Zuhud, al-Shabr, al-Faqir, al-Tawadlu’,al-Taqwa, al-Tawakal,
al-Ridha, al-Mahabbah dan al-Ma’rifah.
Menurut Abu Nasr al-Sirraj al-Tusi dalam kitab
al-Luma’ menyebutkan jumlah al-maqamat hanya tujuh, yaitu: al-Taubah. al-Wara’,
al-Zuhud, al-Farq, al-Shabr, al-Tawakkal dan al-Ridla.
Dan menurut Imam Al-Ghazali dalam kitabnya Ihya’
Ulumuddin mangatakan bahwa al-maqamat itu ada delapan yaitu al-Taubah.
al-Wara’, al-Shabr, al- Zuhud, al-Tawakkal, al- Mahabbah, al-Ma’rifah, dan al-Ridla.
Walaupun ada perbedaan pendapat dalam jumlah maqamat,
namun jumlah al-maqamat yang mereka sepakati, adalah: al-Taubah, al-Zuhud,
al-Wara’, al-Farq, al-Shabr, al-Tawakal,
al-Ridha. Sedangkan al-Tawadlu’, al-Mahabbah dan al-Ma’rifah tidak disepakati
sebagai maqamat.
1. Al-Taubat: memohon ampun kepada Allah SWT atas segala kesalahan dan dosa-dosa yang
telah diperbuat dan berjanji tidak akan mengulangi.
2. Al-Wara’: meninggalkan segala keraguan antara yang halal dan haram (Syubhat)
3. Al-Zuhud: pola hidup yang menghindari dan meninggalkan keduniawian karena ibadah
kepada Allah SWT, serta lebih mencintai kehidupan akhirat.
4. Al-Faqr: tidak meminta lebih dari apa yang telah diberikan Allah SWT.
5. Al-Shabr: dalam menjalankan perintah Allah, dalam menahan diri dari segala
perbuatan jahat, dan ketika menerima cobaan dari Allah SWT.
6. Al-Tawakkal:
bersandar atau mempercayakan diri kepada Allah SWT dalam menghadapi segala
rintangan.
7. Al-Ridla: rela
menerima segala apa yang telah ditentukan dan ditakdirkan, dan rela berjuang
dijalanNya, rela membawa kebenaran, dan berkorban dengan harta, pikiran dan
jiwa.
Dengan
melihat al-maqamat yang harus dilalui oleh seorang Sufi untuk mencapai tujuannya,
yakni berada sedekat-dekatnya dengan Allah SWT, maka dapat dipahami bahwa
al-maqamat tersebut akan mengantarkan seorang Sufi mempunyai Akhlaqul Karimah
yang tinggi.
Al-Ghozali menjelaskan bahwa untuk mencapai
akhlaq yang baik, seorang harus dapat mengupayakannya melalui jiwa dan
kebiasaannya, terutama dengan menghilangkan hawa nafsu. Hal ini terkait dengan
konsep Al-Ghozali tentang kabahagiaan yang dicapai melalui dua hal yaitu
perbautan (amali) yakni membersihkan jiwa menghilangkan hawa nafsu yang
dapat menimbulkan kesenangan dalam dunia (hub dunya) dan pengetahuan (‘ilmi).
Yakni untuk menghasilkan kesempurnaan amal itu sendiri.
3. Al-Ahwal
4. Tingkatan Al-Ahwal
5. Perbedaan Al-Maqamat dan Al-Ahwal
6. Kaitan Al-Maqamat dan Al-Ahwal dalam Fenomena sosial
D. KARAKTERISTIK TASAWUF
Menurut Analisa Ilmuan Barat (Orientalis), Sebagian
peneliti telah berusaha mandefinisikan karakteristik umum yang sama di antara
berbagai kecenderungan tasawuf atau mistisisme.
Menurut William
James, seorang ahli ilmu jiwa Amerika, mengatakan bahwa kondisi-kondisi
mistisisme selalu ditandai oleh empat karakteristik sebagai berikut :
1. Merupakan suatu
kondisi pemahaman (noetic). Sebab, bagi para penempuhnya ia merupakan kondisi
pengetahuan serta dalam kondisi tersebut tersingkaplah hakekat realitas yang
baginya merupakan ilham, dan bukan merupakan pengetahuan demonstratif.
2. Merupakan suatu
kondisi yang mustahil dapat dideskripsikan atau dijabarkan. Sebab ia semacam
kondisi perasaan (states of feeling), yang sulit diterangkan pada orang lain
dalam detail kata-kata seteliti apa pun.
3. Merupakan suatu
kondisi yang cepat sirna (transiency). Yakni tidak berlangsung lama tinggal
pada sang sufi atau mistikus, tapi ia menimbulkan kesan-kesan sangat kuat dalam
ingatan.
4. Merupakan suatu
kondisi pasif (passivity). Yakni seorang tidak mungkin menumbuhkan kondisi
tersebut dengan kehendak sendiri. Sebab, dalam pengalaman mistisnya, justru dia
tampak seolah-olah tunduk di bawah suatu kekuatan supernatural yang begitu
menguasainya.
Menurut R.M.Bucke,
terdapat tujuh karakteristik di dalam kondisi mistisisme, yaitu ;
1. Pancaran diri
subyektif (subyective light).
2. Peningkatan moral
(moral elevation).
3. Kecerlangan
intelektual (intelektual illumination).
4. Perasaan hidup kekal
(sence of immotality)
5. Hilangnya perasaan
takut mati (loss of fear of death)
6. Hilangnya perasaan
dosa (loss of sense of sin).
7. Ketiba-tibaan
(suddynness).
Karakteristik umum
tasawuf atau mistisisme, sebagaimana yang dikemukakan James dan Bucke, dapat
dikatakan terdapat pada sebagian besar aliran tasawuf atau mistisisme. Namun,
karakteristik yang dikemukakan di atas itu belum lagi lengkap, sebab masih
banyak ciri-ciri lainya yang tidak kalah penting yang tidak tercakup disana.
Misalnya perasaan tentram, keiklasan jiwa atau penuh penerimaan, perasaan fana
penuh dalam realitas mutlak, perasaan pencapaian yang mengatasi dimensi ruang
dan waktu, dan lain-lain.
menurut Bertrand Russell, setelah menganalisa kondisi-kondisi tasawuf atau mistisme, telah berusaha ubtuk membatasi ciri-ciri flosofis tasawuf atau mistisisme kedalam empat karakteristik yang menurutnya akan membedakan tasawuf atau mistisisme dari filsafat-filafat lainya, pada semua kurun-masa dan di seluruh penjuru dunia. Empat karakteristik itu ialah sebagai berikut ;
menurut Bertrand Russell, setelah menganalisa kondisi-kondisi tasawuf atau mistisme, telah berusaha ubtuk membatasi ciri-ciri flosofis tasawuf atau mistisisme kedalam empat karakteristik yang menurutnya akan membedakan tasawuf atau mistisisme dari filsafat-filafat lainya, pada semua kurun-masa dan di seluruh penjuru dunia. Empat karakteristik itu ialah sebagai berikut ;
1. Keyakinan atas
intuisi (intuition) dan pemahaman batin (insight) sebagai metode pengetahuan,
sebagai kebalikan dari pengetahuan rasional analitis.
2. Keyakinan atas
ketunggalan (wujud), serta pengingkaran atas kontradiksi dan diferensiasi,
bagaimana pun bentuknya.
3. Pengingkaran atas
realitas zaman.
4. Keyakinan atas
kejahatan sebagai sesuatu yang hanya sekedar lahiriah dan ilusi saja, yang
dikenakan kontradiksi dan diferensiasi, yang dikendalikan rasio analitis.
E.
PENTINGNYA TASAWUF DALAM KEHIDUPAN MODERN
Masyarakat modern adalah himpunan orang yang hidup
bersama di suatu tempat dengan ikatan-ikatan aturan tertentu yang bersifat
mutakhir. Masyarakat modern selanjutnya sering disebutkan sebagai lawan dari
masyarakat tradisional.
Menurut Deliar Noer, ciri-ciri masyarakat modern
adalah:
1. Bersifat rasional, yakni
lebih mengutamakan pendapat akal pikiran, daripada pendapat emosi.
2. Berpikir untuk masa depan
yang lebih jauh, tidak hanya memikirkan masalah yang bersifat sesaat, tetapi
selalu dilihat dampak sosialnya secara lebih jauh.
3. menghargai waktu, yaitu
selalu melihat bahwa waktu adalah sesuatu yang sangat berharga.
4.
Bersikap terbuka, yakni mau menerima saran, masukan, baik
kriktik, gagasan dan perbaikan dari manapun datangnya.
5.
Berpikir obyektif, yakni melihat segala sesuatu dari
sudut fungsi dan kegunaannya bagi masyarakat.
Kehidupan modern timbul dan berkembang pesat di
Negara-negara Barat (Amerika Utara dan banyak Negara Eropa). Kehidupan modern
disana ditandai dengan kemajuan yang pesat dalam bidang ilmu pengetahuan dan
tegnologi, sedangkan dalam bidang keagamaan ditandai dengan gejala-gejala
semakin menjauhnya anggota masyarakat dari ajaran akhlaq ilahi.
Menurut Prof. Komaruddin Hidayat, Salah satu ciri
masyarakat modern yang paling menonjol ialah sikapnya yang sangat agresif
terhadap kemajuan yang didorong oleh berbagai prestasi yang dicapai oleh
ilmu pengetahuan dan tegnologi, masyarakat modern berusaha mematahkan mitos
kesakralan alam raya. Semua harus tunduk terhadap kedigdayaan iptek yang
berporos pada rasionalita (akal pikiran). Realitas alam raya kini hanya
dipahami semata-mata sebagai benda otonom yang tidak ada kaitannnya dengan
Tuhan. Alam raya dipahami sebagai jam raksasa yang bekerja mengikuti gerak
mesin yang telah diciptakan dan diatur sedemikian rupa oleh Tuhan, selanjutnya
Tuhan “pensiun” dan tak ada lagi urusannya dengan kehidupan di dunia ini.
Dunia materi dan non-materi dipahami secara terpisah
sehinggga dengan cara demikian masyarakat modern merasa semakin otonom dalam
arti tidak lagi memerlukan campur tangan dalam menyelesaikan
persoalan-persoalan hidupnya. Hasilnya ialah masyarakat modern sangat agresif
terhadap kemajuan. Modernisme yang berporos pada rasionalitas, harus diakui,
telah mampu menghantarkan manusia pada berbagai prestasi kehidupan materi yang
belum pernah dicapai sebelumnya dalam sejarah umat manusia.
Budaya modern tersebut, dewasa ini, telah tampak
pengaruhnya di Negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, khususnya di
masyarakat perkotaan. budaya modern yang kita ambil kulitnya saja dapat megikis
budaya kebersamaan sehingga menjadi budaya individualistik yang satu sama lain
hanya berkonsentrasi pada pemberdayaan diri tanpa memperdulikan nasib dan
kondisi orang lain. Diperparah lagi dengan dominasi rasionalitas manusia modern
yang segala sesuatunya hanya diukur dari hal-hal yang bersifat empiris,
sehingga tak sedikit manusia modern yang menganut pemahaman bahwa seolah-olah
Tuhan itu telah tiada, dalam arti manusia lebih memperturutkan hawa nafsu
syetan dari pada memperhatikan bisikan hati yang bersumber dari tuhan.
Cirikhas modern adalah perubahan, dan perubahan itu
merupakan gejala harian yang begitu cepat. Karena itu, siapapun harus
beradaptasi dengan percepatan perubahan tersebut. Sebagai umat Islam, disamping
kita dituntut untuk istiqomah dalam menjalani ajaran Islam, kita juga harus
kreatif untuk menagkap setiap makna perubahan tersebut. Iman kita harus stabil
tapi didukung oleh pemikiran dan pemahaman yang dinamis, sehingga kita bisa
maju besama perkembangan zaman tanpa mengorbankan keImanan, inilah gambaran
tentang peran dan fungsi tasawuf yakni penyeimbang dan pengendali dari setiap
adanya perubahan.
Kehidupan masyarakat modern yang serba cepat dan cendrung
materialistis ini sebenarnya sudah berada pada titik kejenuhan. Pada kendisi
yang demikian itulah tasawuf sangat diperlukan dengan banyaknya fenomena
kerinduan masyarakat terhadap nilai-nilai spiritual, banyaknya bermunculan
majlis dzikir dan kajian-kajian keislaman yang dikelola secara baik oleh para
da’i atau tokoh-tokoh Agama Islam. Bahkan tidak sedikit kelompok-kelompok
tertentu dan umat Islam yang mendirikan lembaga-lebaga ke Islaman yang kental
dengan nilai da’wah. Ini menunjukkan bahwa geraka tasawuf kembali dirindukan
oleh manusia-manusia modern.
F.
HUBUNGAN ANTARA AKHLAK DENGAN TASAWUF
G. TOKOH-TOKOH DALAM TASAWUF
H.
MAQAMAT-MAQOMAT DALAM TASAWUF
I. HIKMAH BERTASAWUF
J. ORANG-ORANG YANG BERTASAWUF
Rasulullah
dalam kehidupan beliau telah menggambarkan sebagai orang sufi yang sangat
sederhana, beliau menjauhkan dirinya
dari kehidupan mewah, yang merupakan amalan zuhud dalam ajaran Tasawuf.
Beliau
sering melakukan khalwat di Jabal Nur untuk mendapatkan petunjuk dari tuhan-Nya.
Berulangkali Nabi menempuh kehidupan yang seperti itu, dengan bekal yang sangat
terbatas; berupa roti kering, buah-buahan dan air putih, yang menggambarkan
kesederhanaan seorang sufi.
Di Jabal
Nur, Nabi mengasingkan dirinya (‘uzlah) dan hidup sendirian (infirad) dari
masyarakat Quraisy yang semakin hari semakin rusak akhlaknya. Ditempat itu,
beliau ingin bertemu dengan tuhan-Nya (liqa) dan memohon petunjuk-Nya serta
mencari kehidupan yang berbeda dengan kehidupan Quraisy yang setiap saat
melakukan dosa. Akhirnya datanglah malaikat Jibril untuk menyampaikan wahyu
Allah yang mengandung petunjuk dan ajaran, yang selanjutnya disampaikan kepada
umat manusia, agar terhindar dari jalan yang sesat menuju jalan yang diridhai
Allah SWT.
Setelah
Nabi resmi diangkat menjadi Rasul, ia mulai melaksanakan tugasnya, dengan
menanamkan keimanan dan akhlaq mulia kepada masyarakat Quraisy.
Meskipun
nabi sebagai kepala pemerintahan, ia masih tetap memiliki kehidupan yang
sederhana, sebagaimana yang diriwayatkan oleh para Sahabatnya, bahwa dirumah
beliau hanya terdapat selembar tikar dan makanan yang sederhana. Dan
kadang-kadang juga Nabi dan keluarganya berpuasa karena tidak ada makanan di
rumahnya.
Beberapa
sahabat yang tergolong sufi di abad pertama, dan berfungsi sebagai Maha guru
bagi pendatang dari luar kota Madinah, yang tertarik kepada kehidupan sufi
antara lain:
1.
Abu Bakar As-Siddiq; wafat
tahun 13 H.
Sebagai saudagar yang kaya
raya ketika masih berada di Makkah. Namun ketika hijrah ke Madinah harta
kekayaannya habis karena disumbangkan untuk kepentingan tegaknya agama Allah,
sehingga ia dan keluarganya mengalami kemiskinan dalam hidupnya.
2.
Umar bin
Khattab; wafat tahun 23 H.
Sebagai
orang yang tinggi kasih sayangnya terhadap sesama manusia. Dan ketika menjadi
Khalifah, beliau selalu mengadakan pengamatan langsung terhadap keadaan
rakyatnya. Suatu ketika Umar mendapatkan seorang ibu yang berpura-pura memasak
untuk menenangkan tangis anak-anaknya yang sangat lapar. Ketika umar
menyelidikinya, ia malihat bahwa yang di masak itu adalah batu, maka beliau
bertanya kepada ibu itu, mengapa ibu tidak memasak roti, hanya memasak batu?
Jawab si ibu, saya tidak
mempunyai gandum. Seketika itu pula Umar pulang dengan cepat mengambil gandum
di Baitul Mal kemudian ia sendiri yang memikulnya untuk diberikan kepada ibu
yag miskin tadi. Inilah sikap Tawadhu’ Umar sebagi seorang sufi dan yang senang
hidup dalam kemiskinan sebagai halnya Abu Bakar.
3.
Utsman bin Affan; wafat
tahun 35 H.
Meskipun ia diberi
kelapangan rizki oleh Allah, namun ia selalu ingin hidup yang sederhana.
Sedangkan harta kekayaannya yang berlimpah ruah, selalu dijadikan sarana untuk
menolong orang-orang miskin. Hal ini tergambar pada dirinya bahwa ia termasuk
sufi, karena beliau tidak tertarik kepada kekayaan atau kesenangan duniawi.
4.
Ali bin Abi Thalib; wafat
tahun 40 H.
Beliau juga termasuk orang
yang senang hidup sederhana, dalam suatu riwayat, bahwa ketika sahabat lain
berkata kepadanya, mengapa Khalifah senang memakai baju itu? Padahal baju itu
sudah robek-robek, Ali menjawab, aku senang memakainya agar menjadi tauladan
kepada orang banyak sehingga mereka mengerti bahwa hidup sederhana itu
merupakan sikap yang mulia. Maka
sikap dan pernyataan inilah yang menandakan diri beliau sebagai seorang sufi.
Dan untuk contoh-contoh
perilaku bertasawuf dari tokoh-tokoh ulama sufi thabi’in antara lain:
1. Al-Hasan
Al-Basry; hidup tahun 22 H-110 H.
Ia mendapatkan ajaran
Tasawuf dari Hudhaifah bin-Yaman, sehingga ajaran itu mempengaruhi sikap
dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Maka ia dikenal sebagai ulama sufi
yang sangat dalam ilmunya tentang rahasia-rahasia yang terkandung dalam ajaran
Islam, dan sangat menguasai ilmu batin.
Ilmu yang didapatkan dari
gurunya selalu diajarkan kepada murid-muridnya yang bertebaran di kota Basrah.
Iapun dikeal sebagai orang yang pertama kali menggunakan Masjid Basrah sebagai
madrasah (tempat mengajarkan ilmu agama)
Dalam mengamalkan ajaran
zuhud, ia berpendapat bahwa kita harus lebih dahulu memperkuat perasaan tawakkal
kepada Allah, khauf (takut) terhadap siksaan-Nya dan raja’
(mengharapkan) karunia-Nya. Kemudian
kita harus meninggalkan kenikmatan dunia, karena hal itu merupaka hijab
(penghalang) dari keridaan Allah SWT.
a)
Perasaan
takut yang mengarah kepada perasaan tentram, lebih baik daripada perasaan
tentram yang akan menimbulkan perasaan takut.
b)
Tafakur
membawa kita kepada kebaikan yang akan dikerjakannya. Menyesal atas kesalahan,
berarti kita sadar dan akan meninggalkannya. Barang yang bersifat fana (binasa)
tidak dapat mengalahkan barang baqa (tetap), meskipun yang fana itu lebih
banyak daripada yang baqa. Maka jagalah dirimu dari sesuatu yang menjadi tipuan
bagimu.
c)
Orang
yang beriman selalu berduka cita, karena ia hidup antara dua ketakutan;yakni
mengenang dosanya yang telah lalu dengan segala ganjarannya kelak, serta takut
ketika memikirkan dosa yang mungkin akan diperbuatnya.
d)
Akhir
kehidupan dunia merupakan awal kehidupan akhirat di kubur.
2. Rabi’ah
Al-Adawiyah; wafat tahun 185 H.
Manusia harus sadar bahwa kematin
sedang menghadangnya, hari kiamat akan menepati janjinya dan hambanya akan
dihadapakn kepada pengadilan di akhirat.
Ia terkenal sebagai ulama
sufi wanita yang mempunyai banyak murid dari kalangan wanita pula.
Kalau Al-Hasan
menganut zuhud dengan menonjolkan falsafah tawakal, khauf dan raja’, maka Rabi’atul
Adawiyah menganut zuhud dengan menonjolkan falsafah hubb (cinta)
dan shauq (rindu) kepada Allah.
Salah satu pernyataannya
yang melukiskan falsafah hubb dan shauq yang mewarnai kehidupannya adalah: ”Saya
tidak menyembah Allah karena takut kepada neraka-Nya, dan tidak pula tamak
untuk mendapatkan syurga (karena hal itu) akan menjadikan saya seperti pencari
imbalan yang berakhlak buruk. (ketahuliah),
bahwa saya menyembah-Nya karena cinta dan rindu kepada-Nya”.
3. Sufyan
bin Said Al-Thury;hidup tahun 97 H -161 H.
Ia dilahirkan
di Kufah, kemudian meninggal di Basrah. Dan beliau
termasuk salah seorang ulama sufi yang dikagumi, karena kezuhudan serta
kealimannya.
Masa
hidupnya diisi dengan pengabdian secara Tasawuf, dan aktif mengajarkan ilmu
yang ada padanya. Iapun selalu menyeru kepada sesama Ulama’ agar menjauhkan
dirinya dari godaan dunia yang sering membawa manusia lupa mengabdikan dirinya
kepada Tuhan.
Salah
satu kata hikmahnya yang melukiskan bahaya yang menimpa ulama, bila menyenangi
kehidupan dunia, berbunyi: “Apabila ulama yang rusak; maka siapakan yang
akan memperbaikainya dan kerusakan mereka karena kecenderungannya kepada
kehidupan dunia”.
Pendirian
beliau sangat teguh dan tidak mau mendekati penguasa, tetapi suatu ketika, ia
dipanggil menghadap oleh Khalifah Al-Mansur untuk mempertanggung
jawabkan sikapnya terhadap penguasa. Ia tetap lantang pembicaraannya di hadapan
khalifah sehingga orang menganggap bahwa ia pasti dipenjara, tetapi hal itu
tidak terjadi baginya.
Beliau
pernah ditanya oleh seorang yang mengatakan: jika sufi berkhalwat (menyepi)
untuk beribadah kepada Allah, apakah yang akan dimakannya? Beliau menjawab: orang yang
takut kepada Allah, tidak akan khawatir apapun yang menimpanya. Dan seorang
sufi, hanya berusaha sendiri untuk biaya hidupnya, sekedar memperkuat pisiknya
beribadah kepada Tuhan-Nya. Seorang
tidak boleh memberatkan orang lain, termasuk tidak mengemis makanan dan
minuman.
K.
PERAN TASAWUF DALAM KEHIDUPAN MODERN
L. TAHAPAN-TAHAPAN
TASAWUF
Ada empat macam tahapan
yang harus dilalui oleh hamba yang menekuni ajaran Tasawuf untuk mencapai suatu
tujuan yang disebut sebagai “Al-Sa’adah” oleh Al-Ghazali dan “Al-Insanul
Kamil” oleh Muhyidin bin Arabiy. Keempat tahapan itu adalah syariat, thariqat,
hakikat, dan ma’rifat.
1.
Syariat
Menurut
Al Sayyid Bakar Al-Ma’ruf, Syariat adalah perintah-perintah yang
telah diperintahkan oleh Allah, dan larangan yang telah dilarang oleh-Nya.
Menurut
Abu bakar al-Ma’ruf syariat adalah: meliputi segala macam perintah dan
larangan Allah SWT. Perintah-perintah itu, disebut sebagai istilah ma’ruf yang
meliputi perbuata yang hukumnya wajib atau fardhu, sunnah (mandub), atau
mustahab dan mubah (jaiz) atau keharusan. Sedangkan
larangan-larangan yang disebut dengan istilah munkarat meliputi perbuatan yang
hukumnya haram dan makruh. Hal-hal yang sifatnya ma’ruf dan munkarat, sudah ada
petunjuknya dalam Al-Qur’an dan Hadits, tinggal dilaksanakan oleh manusia
sesuai dengan petunjuk itu. Keterangan ini diterangkan dalam Al-qur’an yang
berbunyi:
Artinya: Untuk tiap-tiap umat diantara kamu Kami
berikan aturan dan jalan yang terang.
2.
Thariqat
Thariqat
dari kata Al-Thariq (jalan) menuju kepada hakikat atau dengan kata lain
pengamalan syari’at, yang disebut Al-Jarra atau Al-Amal.
Menurut
Syekh Muhammad Amin Al-Kurdy, thariqat adalah pengamalan syari’at, melaksanakan
beban ibadah (dengan tekun) dan menjauhkan diri dari sikap mempermudah ibadah
yang sebenarnya tidak boleh dipermudah.
3.
Hakikat
Hakikat dari kata Al-Haqq, yang berarti kebenaran. ilmu
hakikat, adalah ilmu yang digunakan untuk mencari suatu kebenaran.
Menurut Syekh Abu Bakar Al-Ma’ruf, Hakikat
adalah (suasana kejiawaan) seorang salik (sufi) ketika ia mencapai suatu
tujuan sehingga ia dapat menyaksikan (tanda-tanda) ketuhanan dengan mata
hatinya.
Hakikat yang dicapai oleh sufi setelah lama menempuh
Tarekat dengan selalu menekuni Suluk, menjadikan dirinya yakin terhadap apa
yang dihadapinya. Karena itu, ulama sufi sering mengalami tiga macam tingkatan
keyakinan:
a)
Ainul Yaqin: tingkatan
keyakinan yang ditimbulkan oleh pengamatan indera terhadap alam semesta,
sehingga menimbulkan keyakinan tentang kebenaran Allah sebagai penciptanya.
b)
Ilmul Yaqin: tingkatan
keyakinan yang ditimbulkan oleh analisis pemikiran ketika melihat kebesaran
Allah pada alam semesta ini.
c)
Haqqul Yaqin: suatu
keyakinan yang didominasi oleh hati nurani sufi tanpa melihat ciptaan-Nya,
sehingga segala tingkah laku dan ucapannya mengandung nilai ibadah kepada Allah
SWT. Maka
kebenaran Allah langsung disaksikan oleh hati, tanpa bisa diragukan oleh
keputusan akal.
4.
Ma’rifat
Ma’rifat
dari kata “Al-Ma’rifah” berarti mengetahui atau mengenal sesuatu. Dan apabila
dihubungkan dengan pengamalan Tasawuf, maka ma’rifat berarti mengenal
Allah ketika seorang sufi mencapai suatu maqam dalam Tasawuf.
Menurut
Dr. Mustafa Zahri ma’rifat
adalah
ketetapan hati (dalam mempercayai hadirnya) wujud yang wajib adanya (Allah)
yang menggambarkan segala kesempurnaannya.
Menurut
Syekh Ihsan Muhammad Dahlan Al-Kadiry yang meneruskan pendapat Abu
al-Thayyib Al-Samiri, ma’rifat adalah hadirnya kebenaran Allah (pada
sufi) dalam keadaan hatinya selalu berhubungan dengan Nur Ilahi.
Tidak
semua orang yang menuntut ajaran Tasawuf dapat samapai kepada tingkatan
ma’rifat. Karena itu, sufi yang sudah mendapatkan ma’rifat, memiliki
tanda-tanda tertentu. Menurut Dhun Nun Al-Misri tanda-tanda yang miliki orang
yang sudah ma’rifat adalah:
a)
Selalu
memancar cahaya ma’rifat padanya dalam segala sikap dan perilakunya. Karena
itu, sikap wara’ selalu ada pada dirinya.
b)
Tidak
menjadikan keputusan pada sesuatu yang berdasarkan fakta yang bersifat nyata,
karena hal-hal yang nyata menurut ajaran Tasawuf, belum tentu benar.
c)
Tidak
menginginkan nikmat Allah yang banyak buat dirinya, karena hal itu membawanya
kepada perbuatan yang haram.
Dari
sinilah kita dapat menilai bahwa seorang sufi tidak membutuhkan kehidupan yang
mewah, kecuali tingkatan kehidupan yang hanya sekedar dapat menunjang kegiatan
ibadahnya kepada Allah SWT. Menurut syekh Muhammad bin Al-Fadal, bahwa
ma’rifat yang dimiliki sufi, cukup dapat memberikan kebahagiaan batin padanya,
karena merasa selalu bersama-sama dengan tuhan-Nya.
M. CONTOH-CONTOH
PERILAKU BERTASAWUF.
N. TASAWUF DALAM KEHIDUPAN MODERN
1.
Krisis yang melanda dunia modern atau problematika
masyarakat modern
Allah
memberikan isyarat lewat firmannya dalam Al-Qur’an surat Ar-Rum (30): ayat 41:
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي
الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ
الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ ﴿٤١﴾
Artinya:”Telah nampak kerusakan di darat dan di laut
disebabkan Karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada
mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan
yang benar).”
Kehadiran Ilmu pengetahuan dan
Teknologi telah menimbulkan beberapa krisis dan problematika yang melanda
masyarakat Modern diantaranya adalah:
a.
Desintegrasi
ilmu pengetahuan.
kehidupan modern antara lain ditandai
oleh adanya spesialisasi dibidang ilmu pengertahuan. Masing-masing ilmu
pengetahuan memiliki paradigma (cara pandang)nya sendiri dalam memecahkan
masalah yang dihadapi. Jika seseorang menghadapi masalah lalu ia pergi kepada
kaum teolog, ilmuwan, politisi, sosiologi, ahli biologi, etnologi dan ekonomi
misalnya, ia akan memberikan jawaban yang berbeda-beda dan terkadang saling
bertolak belakang. Hal ini pada akhirnya dapat membingungkan manusia. Dengan
menyempitnya pintu masuk bagi persepsi dan konsepsi spiritual, maka manusia
modern semakin berada pada garis tepi, sehingga tidak lagi memiliki etika dan
estetika yang mengacu pada spesialisasi, sehingga jikalau semuanya berjalan
sendiri-sendiri tanpa ada tali pengikat dan petunjuk jalan yang mengusai
semuanya, yang terjadi adalah kian jauhnya manusia dari pengetahuan (kearifan)
akan kesatuan alam. Perkembangan semacam ini
diisyaratkan oleh Nas sebagai manusia modern yang memang tangannya dalam
kobaran api tetapi dirinya sendiri yang menyalakan ketika dirinya sendiri yang
melupakan siapa dia sesungguhnya.
b. Kepribadian yang terpecah
(split personalty).
Kehidupan manusia modern dipolakan
oleh ilmu pengetahuan yang kering dari nilai-nilai spiritual dan terkotak-kotak,
sehingga manusianya menjadi pribadi yang terpecah. Kehidupan manusia
modern diatur menurut rumus ilmu yang eksak dan kering. Akibatnya kini tengah
menggelinding proses hilangnya kakayaan rohaniyah, karena dibiarkannya
perluasan ilmu-ilmu positif (ilmu yang mengandalkan fakta empirik, obyektif,
rasional dan terbatas) dan ilmu-ilmu sosial. Jika proses keilmuan yang
berkembang itu tidak berada di bawah kendali agama, maka proses kehancuran
pribadi manusia akan terus berjalan. Dengan berlangsungnya proses tersebut,
semua kekuatan yang akan mempertinggi derajat manusia itu akan hilang, sehingga
bukan hanya kehidupan yang mengalami kemerosotan tetapi juga kecerdasan moral
kita.
c. Penyalahgunaan
Iptek.
Dengan
terlepasnya ilmu pengetahuan dan teknologi dari ikatan spiritual, maka iptek
telah disalahgunakan dengan segala implikasi negatif sebagaimana disebutkan
diatas, misalnya; kemampuan untuk membuat senjata yang diarahkan untuk tujuan
penjajahan suatu bangsa atau bangsa lain, subversi dan lain sebagainya.
Kemampuan dibidang rekayasa genetika
diarahkan untuk jual beli manusia. Kecangihan dibidang tehnologi komunikasi dan
lainnya telah digunakan untuk menggalang kekuatan yang menghancurkan moral umat
dan sebagainya.
d. Pendangkalan
iman.
Hal ini
dikarenakan pola pikir para ilmuan yang hanya mengakui fakta yang bersifat
empiris. Dan tidak tersentuh oleh informasi yang yang datang dari wahyu, bahkan
informasi yang dibawa oleh wahyu menjadi bahan tertawaan dan dianggap sebagai
tidak ilmiah dan kampungan.
e. Pola hubungan
materialistik.
Pola hubungan
masyarakat yang ditentukan oleh seberapa jauh antara yang satu dengan lainnya
dapat memberikan keuntungan yang bersifat material.
Penghormatan yang
diberikan seseorang atas orang lain yang banyak diukur dengan sejauh mana orang
tersebut memberikan manfa’at secara material.
Semangat
persaudaraan dan rasa saling tolong menolong yang didasarkan atas panggilan
iman yang sudah tidak nampak lagi, karena memang imanya sudah dangkal.
Sehingga Pola
hubungannya dengan menempatkan pertimbangan material diatas pertimbangan akal
sehat, hati nurani, kamanusiaan dan imannya.
f. Menghalalkan
segala cara.
Hal ini
disebabkan oleh dangkalnya iman dan pola hidup matrealistik, sehingga manusia
dengan mudah dapat menggunakan prinsip menghalalkan segala cara dalam mencapai
tujuan. Jika hal ini terjadi, maka akan terjadi kerusakan akhlaq dalam segala
bidang, baik ekonomi, politik, sosial dan sebagainya.
g. Stress
dan Frustasi.
kehidupan yang
penuh kompetitif menyebabkan manusia harus mengerahkan seluruh pikiran, tenaga
dan kemampuannya untuk mengejar target. Mereka terus bekerja tanpa mengenal
batas dan kepuasan. Hasil yang dicapai tak pernah disyukuri dan selalu merasa
kuarang. Apalagi jika usaha dan proyeksinya gagal, maka akan dengan mudah ia kehilangan
pegangan. Hal ini disebabkan tidak lagi memiliki pegangan iman yang kokoh.
Mereka hanya berpegang kepada hal-hal yang bersifat material yang sama sekali
tidak dapat membimbing hidupnya. Akibatnya jika menghadapi masalah yang tidak
dapat dipecahkan sendiri akan mudah frustasi bahkan stress, jika hal ini
terjadi terus-menerus tidak mustahil akan menjadi gila atau hilang ingatan.
h. Kehilangan
harga diri dan masa depannya.
Karena terjerumus
atau salah memilih jalan kehidupan. Masa mudanya dihabiskan untuk menuruti hawa
nafsu dan segala daya yang ditempuhnya. Sehingga ketika sudah tua renta,
fisiknya sudah tidak berdaya, tenaganya sudah tidak mendukung, dan berbagai
kegiatan tidak bisa dilakukan, fasilitas dan kemewahan hidup tidak memerlukan
lagi. Maka yang dirasa adalah kehilangan harga diri dan masa depannya, kemana
ia harus berjalan, ia tidak tahu.
2.
Timbulnya tasawuf modern dalam kehidupan modern
Menurut
Prof. Hamka, kita bisa berperilaku sufi atau mengikuti sunnah-sunnah yang sudah
digariskan oleh Nabi SAW tanpa harus meninggalkan kehidupan modern. Dalam hal
ini, ada beberapa hal yang harus kita teladani dari kehidupan Nabi antara lain:
a. Zuhud
Beliau mengajarkan
bahwa kekayaan yang sebenarnya bukanlah kekayaan harta benda melainkan kekayaan
rohaniyah. Beliau tidak memiliki harta kekayaan padahal sebenarnya bisa
memilikinya jika beliau mau. Beliau tidak tertarik pada harta benda karena
memandang nilai rohani lebih tinggi kedudukannya.
b. Hidup sederhana
Dalam kehidupan sehari-hari tercermin kesederhanaan beliau dalam perumahan,
pakaian, dan makanan.
Dari segi perumahan, Kasur beliau terbuat dari kulit berisi sabut.
Bahkan terkadang beliau tidur di atas tikar daun kurma sehingga membekas pada
punggungnya. Pernah seorang sahabat melihat kesedehanaan Nabi, sehingga
menawarkan kasur yang empuk. Beliau menolaknya dengan berkata, apakah arti
kehidupan dunia ini bagiku. Bagiku dunia hanya ibarat seorang penunggang kuda yang berteduh sejenak di
bawah pohon, kemudian dia meninggalkannya.
Dari segi berpakaian, begitu sederhananya. Aisyah pernah
memperlihatkan sehelai pakaian Nabi yang kasar yang dipakai beliau pada
deti-detik hayatnya yang terakhir.
Dari segi makanan, amat sederhana sekali. Beliau banyak
berpuasa dan tidak makan kecuali lapar dan kalaupun makan tidak sampai kenyang.
c. Bekerja keras
Hidup sederhana yang dicontohkan rasul bukan lahir dari kemalasan. Nabi
menyuruh bekerja keras untuk memenuhi hajat hidup dan kelebihan rezeki yang
diperolehnya dari cucuran keringat itu untuk kepentingan infaq di jalan Allah
SWT. Nabi pernah menandaskan: “bekerjalah untuk duniamu, seolah-olah engkau
akan hidup selamanya dan bekerjalah untuk akhiratmu seakan engkau mati esok
hari”.
Aktif dalam kemasyarakatan dan amal sosial, Rasulullah terkenal amat
pemurah. Beliau berkeinginan keras melayani kepentingan umat dan menolong
mereka dari segala kesulitan. Rasulullah SAW. Selalu memperhatikan pelayanan
terhadap fakir miskin, anak yatim piatu dan orang-orang lemah.
d. Perbaikan akhlak
Nabi Muhammad SAW.
Adalah contoh dari suri tauladan yang paling baik dalam tingkah laku (akhlaq).
Beliau selalu memberi dorongan untuk berbuat ikhsan kepada sesama manusia,
berbuat baik pada keluarga dan famili, memuliakan tamu dan tetangga. Nabi
menjelaskan pada salah satu sabdanya bahwa: “manusia paling baik ialah yang
paling baik perangainya.”. Dalam hal ini, yang dituntut bukan hanya tingkah
laku lahir saja melainkan juga sikap batin yang selalu terkontrol dan cendrung
kepada jalan kebaikan dan kebajikan.
e. Ibadah
Rasulullah adalah ahli
ibadah yang paling mulia, bukan saja dalam ibadah wajib, melainkan juga dalam
ibadah sunnah. Sebagian malamnya dihabiskan dalam sholat malam (tahajjud),
jarang meninggalkan rowatib dan setiap waktu selalu dalam dzikir dan istighfar.
Sekalipun beliau sunyi dari dosa, beliau beristigfar tidak kurang dari 70-100
kali sehari.
Selain tasawuf
modern yang ditawarkan oleh Prof. Hamka, ada tasawuf yang layak
dipraktikkan kedalam kehidupan modern, yaitu tasawuf positif.
Prinsip tasawuf positif ialah menekankan pentingnya nilai-nilai tasawuf yang
positif dan sesuai dengan kehidupan kini. Gagasan tasaawuf ini berawal dari fakta bahwa citra
tasawuf masih berkutar dalam ekses-ekses negative yang berkaitan dengan hal-hal
yang mistis sehingga orang modern jarang atau tidak tertarik pada kehidupan
tasawuf.
Diantara ajaran tasawuf positif yang
dikembangkan dalam kehidupan modern adalah:
a.
memandang
zuhud sebagai prinsip tasawuf yang selaras dengan kewajiban zakat.
Bila ajaran zuhud pada zaman dulu
melazimkan sufi untuk meninggalkan kehidupan duniawi yang menjerat nafsu, maka
pada zaman kini orang kaya dapat berprilaku zuhud dengan jalan atau cara
mengeluarkan zakat dan infaq. Ia masih boleh terikat secara fisik dengan dunia
tetapi kehidupan rohaniah selalu terpelihara dari jeratan dan jebakannya. Hartanya
akan selalu ia bagi-bagikan kepada kaum fakir yang membutuhkan. Do’anya setiap
waktu adalah “ya Allah, jadikanlah aku orang kaya yang selalu berderma. Letihkanlah aku untuk membagi-bagikan titipanMu”.
b.
Memahami amal saleh secara
luas, tanpa membatasi pada amal-amal yang bersifat agamis.
Misalnya, bekerja secara professional, membuka lapangan pekerjaan
bagi pengangguran, dan mewujudkan sistem perbankan yang berkeadilan sosial.
c.
Bekerja keras sebagai salah
satu cara dalam menerjemahkan kehendak Allah atau menjemput takdir-Nya.
Bekerja dipandang sebagi upaya untuk mengasah potensi diri atau
fitrah yang telah Allah anugerahkan kepada setiap insan.
d.
Berusaha menintegrasikan
nilai-nilai Tasawuf ke dalam dunia modern, seperti ke dalam dunia bisnis,
ekonomi, politik, hingga ke dalam teknologi komunikasi.
soal
BalasHapuscontoh amalan tasawuf, seperti apa?
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusContoh amalan tasawuf adalah apabila kita berdoa, namun sebelum sampai kepada ucapan isi dari doa terlebih dulu kita pilih dan ucapkan ayat-2 al-qur'an yang maknanya betul-2 nyambung dengan isi doa kita. Contoh nyata lihat Al Baqarah (2) ayat 286. Juga Al Faatihah: Isi doa adalah ayat 6 dan 7.sedangkan ayat-2 pembukaan adalah 1,2,3,4 dan 5.
HapusContoh amalan tasawuf adalah apabila kita berdoa, namun sebelum sampai kepada ucapan isi dari doa terlebih dulu kita pilih dan ucapkan ayat-2 al-qur'an yang maknanya betul-2 nyambung dengan isi doa kita. Contoh nyata lihat Al Baqarah (2) ayat 286. Juga Al Faatihah: Isi doa adalah ayat 6 dan 7.sedangkan ayat-2 pembukaan adalah 1,2,3,4 dan 5.
HapusThe best Titanium Network Surf freely surf freely
BalasHapusThe best titanium wedding band sets titanium network surf titanium septum ring freely · The best titanium wedding bands for men ultimate guide to surf surfing · #1 – Tipping Edge · #2 – Best Surf Shop titanium armor · #3 – Strap guy tang titanium toner